Covid 19 Menjadikan Kita Belajar Dari Budaya Jawa

Pandemi COVID 19, mengajarkan pada diri ini menjadi diri sendiri yang sangat pribadi. Lockdown diberlakukan di berbagai Negara, memberlakukan pendekatan sosial Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Indonesia. Larangan berkumpul lebih dari 5 orang, larang keluar rumah, larang bepergian jauh, kerja dari rumah dan belajar di rumah. Jadikan ini sebagai bahan untuk renungan. Sudahkah kita ini bersih?

Kayu Purwo Sejati
Gunungan kali ini merupakan pesan berupa simbol-simbol dalam budaya Jawa, “Kayu Purwo Sejati” kayu (kayon urip=bahasa Jawa), purwo = (bahasa Jawa yang berarti awal), dan sejati adalah yang sebenarnya. Gambaran dalam Kayu Purwo Sejati merupakan gambaran perabotan hidup, yang terdapat dalam jagat alit (mikro) manusia, sedangkan jagad ageng  (makro) (ageng dalam bahasa jawa jagat besar), adalah semua yang tampak dan kasad mata, bisa diraba dan dirasa. Sedangkan dalam jagad mikro, hanya orang yang bersangkutan yang mau memahami diri sehingga menemukan jati dirinya.

Selama ini kita kagum menyaksikan dunia nyata, akan jauh lebih terkagum, ketika kita mau menyelami, memahami jati diri melalui tontonan yang menuntun.

Condro goro-goro adalah bahasa jawa. Bahasa Indonesia garagara dalam kamu Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah: peristiwa yang menggemparkan; kegemparan; kerusuhan; keributan. Condro goro-goro, adalah melihat suatu hukum sebab dan akibat, semua tidak luput dari campur tangan Tuhan.

Dalam nararasi yang disampaikan oleh dalang, goro-goro terbagi menjadi tiga bagian. 

  1. Goro-goro di jagad ageng (makro), bila terjadi suatu peristiwa, peristiwa yang menggemparkan; kegemparan; kerusuhan; keributan. Ini semua pertanda akan terjadi perubahan alam dan jaman
  2. Goro-goro yang terjadi dalam jagat manusia (mikro). Pertanda manusia terjadi pergolakan batin untuk  merubah apa yang ingin dijangkau.
  3. Ketika goro-goro yang terjadi pada pertunjukan, adalah pertanda penghormatan kepada punokawan. Hal ini ditandai dengan gunungan yang berdiri tegak di tengah layar. 

Gunungan berdiri tegak di tengah layar, dikupas oleh seorang dalang terkenal Ki Timbul Hadi Prayitno.

Ki Timbul, sudah lamarhum, namun pesannya masih relevan di era milenium, terkait dengan situasi dunia yang menggemparkan; kegemparan; kerusuhan; keributan yang terjadi saat pandemi COVID 19.

Sudahkah kita bersih secara fisik? Dan bersih secara batin?

Terima kasih atas kritik, saran dan komentar. Jangan lupa like, dan share.

Salam santun

2 Replies to “Covid 19 Menjadikan Kita Belajar Dari Budaya Jawa”

  1. Artikel yang penuh makna, yang tentunya hal ini dapat di rasakan bila kita mawas diri tida angkuh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.