Rerfleksi Pengorbanan Hidup Keluarga Ibrahim Bagi Keluarga Muslim Diera Modern

Banyak cara menuju mulia
Bisa jadi, Kurban salah satunya
Sisihkan rejeki untuk bersama
Semoga berkah untuk kita semua
Selamat Idul Adha


Hari ini tanggal 10 Dzulhijjah, bertepatan dengan kalender masehi, 22 Agustus 2018, umat muslim di seluruh dunia melaksanakan shalat Idul Adha. Di Indonesia, hari tersebut merupakan libur nasional hal ini untuk menghormati kaum muslim. Pagi yang cerah warga memenuhi masjid Darul Ulum, bahkan hingga sampai pada halaman dan jalan komplek ditutup untuk mengadakan Shalat Idul Adha, di komplek Universitas Terbuka, Jabon Mekar Parung, Bogor. Hadir dan memberikan ceramah dalam shalat Idul Adha Maman Karman, bilau adalah dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Laporan panitia Idul kurban melaporkan, kurban kali ini sapi berjumlah 5 ekor, kambing sejumlah 25 ekor.

Dalam menyampaikan cerahmahnya Ust. Maman mengatakan, ibadah kurban merupakan salah satu ibadah asasi bagi manusia penganut agama samawi. Syariat kurban ini bukan hanya diwajibkan kepada Nabi Muhammad saw. saja, tetapi juga kepada nabi-nabi sebelumnya, meskipun dalam pelaksanaannya berbeda-beda. Hal ini terekam dalam firman Allah QS. Al-Hajj/22:34.
Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan penyembelihan hewan kurban, agar mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Yang Maha Esa.

Syariat kurban yang diajarkan Islam kepada kita (kaum Muslim) memiliki akar sejarah yang tidak terpisahkan dengan syariat kurban yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as. sebagaimana dilukiskan dalam QS. Ash-Shaffat/37:102-103.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakan-lah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya).

Ayat tersebut menjelaskan dialog berkualitas antara dua insan yang berkualitas pula, yakni Nabi Ibrahim a.s. (sang ayah) dan Ismail as. (sang anak) tentang perintah Tuhan kepada mereka. Dialog kedua insan berkualitas tersebut bukanlah suatu hal yang mulus untuk dipecahkan, melainkan memerlukan perjuangan dan pengorbanan; mulai dari perjuangan posikologis antara memilih kecintaan kepada anak dengan kecintaan kepada Tuhan, hingga konflik fisik antara Ibrahim dengan isterinya, demikian juga antara Ibrahim dengan Iblis. Bagi mereka yang tidak memahami secara benar makna peristiwa ini mungkin akan berkata bahwa Ibrahim sebagai seorang ayah yang kejam, bapak yang sadis, bapak yang haus darah, dan lain-lain. Padahal, jika dicari makna sesungghnya, Ibrahim dalam hal ini sedang melaksanakan perintah Tuhan tentang pengorbanan dengan mengambil nilai yang paling penting, yakni mengorbankan sesuatu yang paling dicintainya. Dengan kata lain, cinta yang sejati kepada Allah dipenuhi dengan menyumbangkan cinta yang kecil. Pengorbanan baru akan bermakna apabila didasarkan pada kecintaan kepada Allah, dan kecintaan pada sesuatu yang akan dikorban-kan. Betapa tidak, yang dikorbankan Ibrahim tidak lain anak kesayangan, yang sebelumnya pernah dicita-citakan dan didambakan untuk mewarisi dan menyambung lidah sang ayah, yang menurut sebagian pendapat, penantian Ibrahim itu tidak kurang dari 40 tahun.

Pikiran logis dari pengorbanan Ibrahim ini akan membawa kita kepada persoalan jaman sekarang (kekinian), yakni bagaimana kita dapat menyingkirkan cinta duniawi yang berlebihan yang dalam kasus kemanusiaan merupakan lambang kebinatangan. Ibadah kurban secara simbolis mecerminkan suatu ajaran agar kita kaum Muslim mengendalikan setiap hal yang dapat menghalangi cinta kepada Allah. Misalnya cinta kepada harta secara berlebihan, cinta jabatan yang membabi buta, cinta wanita yang kelewat batas, dan lain-lain. Jika kita tidak ingin membuat semuanya itu menjadi ‚korban‛, maka kewajiban kita itu mengarahkan segala cinta kita dalam rangka memperoleh cinta Tuhan.

Antusiame warga berduyun-duyun untuk mendapatkan daging kurban. Setelah selesai shalat Idul, warga saling bersalaman dan bermaaf-maafan dan dilanjutkan dengan sarapan pagi di kediaman bapak Mochammad Yunus dan panitia mempersiapkan menyembelih hewan kurban. Ibu-ibu dan remaja putra/i menyiapkan makan siang untuk panitia di lapangan. Pembagian daging dibagikan kepada warga dan mushola di sekitar komplek Universitas Terbuka.


Di komplek Universitas Terbuka, Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

 

4 Replies to “Rerfleksi Pengorbanan Hidup Keluarga Ibrahim Bagi Keluarga Muslim Diera Modern”

  1. Hikmah berkurban bagi kita adalah, menjadi manusia yang lebih bertaqwa, perbuatan yang sangat dicitai Allah SWT, peduli kepada yang masih berkekurangan, ciri sebagai muslim sejati dan meyakini bahwa semua milik yang Maha Kuasa.

  2. Assalamu Alaikum Wr Wb

    Pengeobanan sesungguhnya ketika Allah menciptakan Jazad dan Roh sebagai sepasang ciptaan Allah SWT yg diberi tugas untuk saling melengkapi, tetapi ketika tubuh mendapat manfaat dari Roh, dan jazad mendapat bimbingan dari Ustadz serta dapat berbakti kepada Allah melalui penyembahan (Sholat), tetapi pada saat yang bersamaan, roh kita yang juga ciptaan Allah SWT, tdk mengetahui cara menyembah yang sesuangguhnya. Bukankan antara jazad dan roh adalah ciptaan Allah?, dan setiap ciptaan wajib menyembah kepada Tuhan sang maha pencipta. tidak ada satupun cptaan Allah baik bumi maupun akhirat yang bebas dari proses penyembahan.

    Disinilah pengorbanan Roh terhadap jazadnya. ROH seakan akan berkata,

    hai Jazadku, aku telah memberikan kehidupan kepadamu, karena akulah kamu dapat berjalan menuju mesjid, dapat berucap ayat ayat Allah, dapat mendengar mana yang baik dan mana yang buruk, dapat menggenggam yang baik dan buruk, dapat berfikir dan berakal karena peranku.

    Tetapi ketika kamu hai Jazad menyembah ke[ada Allah SWT, kamu telah melupakan aku, kamu tidak memberitahu aku, mengajarkan aku bagamana cara aku menyembah dan menyertaimu ketika kamu wahai Jazad mendirikan sholat.

    wahai jazad aku kecewa kepadamu, bukan kah ketika Allah menciptakan hati dari setetes many kemudian segumpal darah, lalu Allah meniupkan aku (ROH) kedalam dirimu wahai jazad, lalu Allah meminta persaksian kepada kita bedua, “Apakah kamu percaya bahwa Aku (Allah) adalah Tuhanmu wahai (Jazad dan Roh).

    Aku takut wahai jazad azab yang akan kita terima karena menyalahi janji dan sumpah kita berdua, ingatlah wahai jazad, aku (Roh) tdk mengenal penyembahan ke Allah karena kamu tidak pernh mengajarku, sementara karena akulah kamu wahai jazad dapat menunaikan kewajibanmu.

    Begitulah rintihan Roh dan ini merupakan mengorbanan yang hakiki didalam diri seorang manusia hamba Allah.

    Terima kasih semoga bermmanfaat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.